PWM Nusa Tenggara Timur - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Nusa Tenggara Timur
.: Home > Kajian Al Islam & Kemuhammadiyahan

Homepage

Kajian Al Islam & Kemuhammadiyahan

BEKERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM 

Oleh: Qomar Abdul Nasir (Majelis Tabligh PWM NTT)

        Dalam Al- Quran secara tegas dan lugas  difirmankan, “Bekerjalah kamu maka Allah akan melihat pekerjaanmu...”  (QS. At-Taubah :105)

        Dalam perspektif Islam, bekerja tidak semata-mata sebagai kegiatan finansial dalam rangka memenuhi kebutuhan duniawi tetapi lebih dari itu, yakni sebagai kegiatan yang berdimensi ibadah. Komitmen sebagai seorang mukmin tidak boleh mendikotomikan ini kapling dunia dan itu kapling akhirat. Dunia kreasi terindah anugerah  Allah, dicipta bukan untuk malaikat tetapi untuk memenuhi segala kebutuhan manusia sebagai mahluk paling unggul agar dapat mengelola dunia dengan baik sebagai khalifah di muka bumi.

        Orang yang malas bekerja, apalagi tidak bekerja di samping akan menurunkan martabatnya sebagai manusia, juga dikategorikan sebagai pengingkaran terhadap nikmat Allah dan pengingkaran terhadap firmanNya. Dalam Al-Quran sering kata “iman” selalu digandengkan dengan kata “amilus shalihat”. Artinya :orang yang di dalam dadanya mengaku beriman semestinya akan diiringi dengan etos kerja yang baik. Kalau imannya tidak membuahkan etos kerja, berarti ada sesuatu yang bermasalah dalam memahami dan meyakini agamanya.

        Siapakah orang yang tercepat dalam berjalan kaki ? Seorang peneliti yang bernama Levin, seorang guru besar Psikologi dari Universitas California menyebutkan ranking teratas, yakni orang Jepang disusul orang Amerika. Yang agak memalukan dan memilukan juga menyebutkan ranking terbawah, yakni orang Indonesia. Peneliti mengasumsikan ada korelasi antara kecepatan dalam berjalan kaki dengan etos kerja seseorang .  Sehingga ada anekdot yang sering penulis dengar, apa persamaan orang Jepang dengan orang Indonesia ? Kalau orang Jepang jika bekerja sampai berkeringat, sedangkan orang Indonesia jika makan sampai berkeringat. Walaupun anektdot ini sindiran secara halus bagi orang yang ingin mendapatkan harta banyak tanpa berbuat banyak.

            Ada sesuatu yang menarik dari hasil penelitian di atas, untuk kita cermati bersama. Karena orang Jepang menjadikan motivasi kerja sebagai bagian yang tak terpisahkan dari doktrin kultural yang secara turun temurun selalu diwasiatkan oleh orang tua dan nenek moyang mereka. Sehingga kata motivasi dalam setiap melakukan pekerjaan apapun tersimpan dengan sangat baik di bawah memori bawah sadar . Dengan demikian, menjadikan karakter orang Jepang maniak kerja. Kemudian apa yang dirasakan, mereka merasakan kepuasan tidak semata-mata dari hasil pekerjaan yang dilakukan, tetapi lebih dari itu mereka  mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dari pekerjaan yang sudah dilakukan dengan sepenuh hati. Sedangkan , kita pada umumnya lebih berorientasi pada hasil pekerjaan yang dilakukan , kalau hasilnya sedikit , hatinya menjerit  dan jasa dukun jadi alternatif.

            Islam sebagai ajaran, idealnya akan lebih memberikan inspirasi dan motivasi kepada pemeluknya. Karena  memiliki     pedoman dan           perangkat nilai-nilai yang lebih mendasar dan praktis. Dalam bekerja,  paling tidak ada tiga aspek yang perlu kita pahami secara mendalam.

           Aspek pertama: bersihkan niat semata-mata karena Allah, dan jangan campuri dengan virus-virus yang dapat merusak kesucian niat tersebut. “Orang yang memiliki kemantapan iman kepada Allah (motivasi kerja) dan tidak mencampurkan imannya dengan  kedoliman, mereka  itu akan mendapatkan kebahagiaan dan senantiasa dalam bimbinganNya (Q.S. Al-An’am 82).

          Mengapa aspek niat merupakan nilai yang paling fundamental? Dalam pandangan Islam, niat itu ibarat ruh sedangkan badan ibarat pekerjaan. Artinya, apapun pekerjaan yang tampak tampilannya hebat  tanpa disertai dengan motivasi yang tulus karena Allah, maka aktivitas tersebut tidak ada nilainya sama sekali dalam pandangan Allah. Menjadi nilai yang hampa  tanpa makna, nilai yang mati tanpa arti.

            Pantas kalau Nabi yang kita teladani, mewanti-wati bahwa sahnya suatu amal sangat tergantung dari niatnya. Ada kejadian yg sangat kontroversial, karena pada umumnya orang mencium tangan kepada orang yang lebih tua atau orang yang lebih dihormati. Seperti sorang santri mencium tangan kiyai, seorang jemaat mencium tangan seorang pastur, dsb. Tetapi ini seorang Nabi mencium tangan seorang sahabat. Ketika Nabi berada di tengah-tengah para sahabat , Nabi memanggil seseorang dari mereka yang tampak pada kedua telapak tangannya menghitam dan melepuh. Nabi bertanya, mengapa sampai melepuh seperti ini ? Sahabat ini menjawab karena pekerjaan saya memecah batu ya Rosul, sebagai tanggung jawab seorang suami terhadap anak dan istri agar dapat melangsungkan hidup untuk ibadah. Dengan tatapan yang lembut Nabi meraih kedua telapak tangan sahabat ini dan menciumnya seraya berkata di hadapan para sahabat, “persaksikan inilah tangan-tangan yang dicintai Allah karena bekerja dengan ketulusan hati dan sepenuh hati”.

            Islam sebagai ajaran agama yang sangat egaliter, tidak memandang pekerjaan itu dari apa jenisnya tetapi dari motivasi dan cara meraihnya. Apapun jenis pekerjaan itu mulia. Walaupun hanya seorang buruh biasa bermodal hati yang tulus pada Allah dengan semangat membaja itu tetapi bernilai mulia.Daripada jabatan  tinggi berlimpah materi, mengendarai mobil ferrari tapi hasil korupsi ,itu perbuatan keji di mata Ilahi.

           Aspek yang kedua, yaitu “kaifiyah”atau tatacara,  bagaimana        cara mendapatkan pekerjaan dan cara mengerjakan pekerjaan tersebut. Sudah tentu ia akan berusaha mendapatkannya dengan cara yang baik dan mengerjakannya sesuai dengan prosedur kerja yang baik pula .

             Karena pekerjaan itu berdimensi ibadah, maka perjuangan untuk mendapatkannya  ia tetap komitmen dengan cara-cara yang beradab. Berusaha sekuat mungkin  untuk menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan datangnya murka Allah. Sebagai seorang yang beriman, sangat yakin bahwa manusia hanya punya kewajiban berusaha sekuat tenaga, sedangkan Allah yang punya otoritas menentukannya. Setelah itu, ia hanya pasrah pada yang maha Kuasa atau “Tawakkal”, apapun hasilnya akan dimaknai itu jalan terbaik yang diberikan Allah, yang harus kita sikapi dengan penuh kesyukuran.

           Bila takdir menetapkan ia berhasil mendapatkan pekerjaan, itu dimaknainya dengan pikiran positif ini sebagai amanah dari Allah. Dia akan berusaha menjaga dan memelihara amanah itu dengan sebaik-baiknya dengan cara menunaikan pekerjaan itu dengan penuh tanggung jawab.

            Aspek ketiga: Ghoyah , yaitu tujuan semata-mata mencari ridho Allah. Apapun jenis pekerjaan yang kita lakukan hendaknya selalu dalam bingkai mencari ridho Allah. Ketika dihadang cobaan yang terkadang menyesakkan dada, ia tak mudah goyah kehilangan arah . Semuanya ia sikapi dengan penuh kesabaran  dan jiwa yang

lapang.  Karena di balik semuanya, pasti ada hikmah yang semakin memberikan banyak kebajikan dan semakin mendekatkan  di jalan Tuhan. Sehingga ia akan tetap menunaikan pekerjaannya dengan penuh semangat dan penuh kedamaian.

          Sebaliknya, bila diuji dengan kenikmatan ia tidak sombong apalagi takabur. Namun ia sikapi dengan penuh kesyukuran dengan istiqoma tetap meningkatkan kinerjanya yang semakin baik. Karena bekerja baginya merupakan media beribadah yang  sangat menyenangkan. Menyenangkan bagi dirinya, sanak keluarganya, dan juga teman sekerja. Yang pasti Allah juga akan meridhoinya. Karena puncak tertinggi seorang hamba Allah, yakni mencari dan mencari ridho Ilahi.

 

                             

 

 

 

 

 

 

 


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website